Selasa, 04 Mei 2010

PEMBUAT ARANG DAN RAJA

Dahulu kala hiduplah seseorang di Paris seorang pembuat arang yang miskin yang namanya Jacquot. Rumahnya kecil, dengan hanya satu kamar didalamnya; tetapi cukup luas untuk Jacquet dan isterinya dan dua anak laki-laki mereka yang kecil.

Pada satu dari akhir kamar ada sebuah pembakaran yang besar, dimana ibu memasak. Dan pada sisi yang lain ada tempat tidur. Dan ditengahnya ada meja kasar dengan bangku-bangku disekitarnya.


Bisnis Jacquet adalah menjual arang ke orang kaya di kota. Setiap hari dia terlihat membawa arang di punggungnya, membawanya ke beberapa konsumennya. Kadangkala dia membawa tiga atau empat kantung ke istana dimana raja kecil Perancis tinggal dengan ibunya.

Suatu malam dia sangat terlambat pulang. Meja sudah dirapikan dan makan malam siap. Anak-anak lapar dan tidak dapat menunggu lebih lama lagi untuk menunggu ayah mereka pulang.

“Makan malam akan menjadi dingin,” kata Charlot, yang tertua.

Saya heran kenapa dia begitu terlambat,” kata adiknya yang kecil, Blondel.

“Ada perayaan besar di istana ratu malam ini,” kata ibunya.” Disana akan ada musik dan tarian dan banyak orang kaya yang ada di sana. Mungkin ayah kalian menunggu untuk membantu didalam dapur.

Menit berikutnya mereka mendengar suaranya di pintu: “Cepat, anak-anak dan bergerak ke perapian. Lemparkan beberapa keping dan buat nyala api.

Mereka melakukannya, dan nyala api itu pun keatas kamar, dan mereka melihat ayah mereka masuk dengan seorang anak di tangannya.

“Ada apa?” teriak ibunya. “Siapa anak itu?”

Kemudian dia melihat wajah anak itu sangat pucat dan dia tidak membuka matanya ataupun bergerak.

“Oh, apa yang terjadi? Dimana kamu menemukannya?

“Saya akan ceritakan semua tentangnya, “ jawab Jacquet.”Tetapi ambilkan selimut dan hangatkan dia dulu, cepat. Itu di tempat tidur anak-anak yang terbaik.”

Betapa cantiknya anak itu! kata ibunya dengan segera melakukan yang diperintahkan. Dua anaknya, Charlot dan Blondel, dengan mata yang heran melihat wajah ayah dan ibu mereka membuka pakaian anak asing itu. Pakaian indahnya terendam air, dan kerah putihnya yang bagus dan kerutannya menjadi kotor dan meneteskan air.

“Dia harus mengenakan pakaian kering. Bawakan saya setelan Minggu, Charlot.”

“Ini ibu,” kata Charlot

Segera anak kecil asing itu memakai pakaian yang hangat; selimut kering yang lembut menyelimuti sekelilingnya; dan dia berada di tempat tidur anak-anak.

Kemudian dengan kenyamanannya, dia mulai menjadi lebih kuat. Warnanya kembali ke pipinya. Dia membuka matanya dan melihat sekelilingnya yang sempit, kamar sederhana dan orang miskin berdiri didekatnya.

“Dimana saya? dimana saya?” tanyanya

“Didalam rumah saya, teman kecilku,” jawab Jacquot.

“ Teman kecilku!” kata anak kecil itu dengan memandang rendah.

Dia melihat api di perapian, dan meja kasar dan bangku. Kemudian dia berkata,”Rumahmu ini adalah tempat yang sangat miskin, saya kira.”
“Maaf jika kamu tidak menyukainya,” kata Janquet. “Tetapi saya tidak dapat menolongmu, kamu akan berada di tempat yang buruk.”

“Bagaimana pakaian ini ada pada saya?” teriak anak itu. “Pakaian ini bukan milik saya. Kamu sudah mencurinya dan memberikan saya sesuatu yang jelek ini.”

“Mencuri! Kata pembuat arang, dengan marah. Apa maksudmu, kamu bajingan kecil yang tidak tahu berterima kasih?”

“Hush, Jacquet,” kata isterinya, dengan lembut. “Dia tidak tahu apa yang dia katakan. Tunggu dia istirahat sebentar, dan kemudian dia akan memiliki humor yang lebih baik.”

Anak itu pastinya sangat lelah. Matanya tertutup dan segera terlelap.

“Sekarang beritahu kami, ayah,” bisik Charlot, “dimana ayah menemukannya?”
Pembuat arang itu duduk di perapian. Dua anak laki-lakinya berdiri dengan lututnya, dan isterinya duduk disampingnya.

“Saya akan mengatakannya, “ katanya.”Saya membawa arang ke dapur ratu dan hendak pulang. Saya mengambil jalan terpendek melalui taman kecil dibelakang istana. Dimana kamu tahu air mancur berada?”

“Ya, ya!” kata Blondel. “Itu cukup dekat dengan pintu gerbang.”

“Dan, saat saya terburu-buru, saya mendengar ceburan yang besar, dan saya berpikir sesuatu telah jatuh ke kolom di air terjun itu. Saya mencari dan melihat sobat kecil itu berjuang di air. Saya berlari dan mendorongnya keluar. Dia hampir tenggelam.”

“Apakah dia mengatakan sesuatu ayah?” tanya Charlot.

“Oh, tidak !” dia pingsan; tetapi saya tahu dia belum tenggelam, saya pikir ada api yang besar dari dapur ratu dan saya tahu bahwa tukang masak tidak akan mengijinkan anak yang setengah tenggelam dibawa ketempat yang bagus itu. kemudian saya pikir rumah kecil kita yang hangat, dan bagaimana kita bisa membuatnya nyaman sampai dia sadar kembali. Jadi saya mengambilnya dengan tangan saya dan berlari kerumah secepat yang saya bisa.”

“Kasihan, anak itu!” kata Mrs. Jacquot. “Saya penasaran siapa dia.”
“Dia akan menjadi saudara kecil kita,” kata Blondel, dan kedua anak itu bertepuk tangan dengan tangannya sangat pelan.

Sejenak anak kecil itu terbangun. Dia terlihat merasa nyaman dan kuat. Dia duduk di tempat tidur dan melihat sekitarnya.

“Kamu menginginkan ibumu, bukan?” kata Mrs. Jacquot. “ Dia pasti menguatirkanmu. Katakan pada kami siapa dia, dan kami akan membawamu kepadanya.” Tidak perlu terburu-buru tentang itu,” kata anak itu.

“Tetapi mereka akan mencarimu.”

“Akan lebih baik, biarkan mereka mencari. Ibuku tidak akan kuatir. Dia punya banyak hal lain yang dilakukan dan tidak ada waktu untuk mendatangi saya.”

“Apa! Ibumu sendiri, dan tidak punya waktu untuk mendatangi anaknya sendiri?”

“Ya, nyonya. Tetapi pelayan akan mendatangi saya.” “Pelayan! Ya, saya kira juga begitu,” kata Jacquot. ”Mereka membiarkanmu jatuh di air dan kamu hampir tenggelam, jika bukan karena saya. tetapi mari, anak-anak, mari kita makan malam.”
Mereka duduk di meja. Ibu memberikan setiap mereka sebuah piring kaleng dan sebuah sendok kayu, dan kemudian membantu mereka semua untuk rebusan buncis. Ayahnya memotong potongan papan roti coklat.

Anak kecil asing itu datang dan duduk dengan mereka. Tetapi dia tidak makan apapun.
“Kamu harus mengatakan pada kami siapa ibumu.” Kata Mrs.Jacquot.”Kami harus memberitahunya bahwa kamu aman..”

“Tentu saja dia akan senang mengetahuinya,” kata anak itu; ”tetapi dia tidak punya waktu untuk memperhatikan saya malam ini.”

“Apakah dia seperti ibu kami?” tanya Charlot.

“ Dia cantik.”

“Tetapi ibu kami lebih baik. Dia selalu melakukan sesuatu untuk kami,” kata Blondel.

“Ibu ku memberikan pakaian bagus dan banyak uang untuk dihabiskan,” kata anak asing itu.

“Ibu kami memberikan banyak ciuman,” kata Charlot.

“Ha! Itu bukanlah apa-apa. Ibuku membuat pelayan menunggui saya dan melakukan seperti yang saya katakan.”

Tetapi ibu kami tersayang menunggui kami sendiri.”

Pembuat arang dan isterinya mendengarkan perdebatan kecil ini, dan tidak mengatakan apapun. Mereka baru bangkit dari meja setelah mereka mendengar keributan besar dijalan. Kemudian ada yang mengetuk pintu.

Sebelum Mrs. Jacquot membukanya, seseorang memanggilnya keluar, “Apakah ini rumah Jacquot, orang yang membuat arang?”

“Itu adalah guru pribadi saya,” bisik anak asing itu. “Dia datang untuk saya.” kemudian dia mengumpat cepat dibawah meja dan menyembunyikan dirinya. “ Jangan katakan padanya saya disini,” katanya dengan pelan.

Dalam beberapa menit ruangan itu dipenuhi dengan orang-orang. Mereka semua berpakaian dengan sagat bagus, dan beberapa dari mereka membawa pedang.

Seorang yang tinggi yang mengenakan jubah merah terlihat sebagai pemimpin dari kumpulan orang-orang itu. Dia berkata pada seorang prajurit yang berdiri di pintu,”Katakan ceritamu lagi.”

“Baiklah,” kata prajurit itu,” sekitar dua jam yang lalu saat saya menjaga gerbang di taman ratu. Pembuat arang ini, yang saya kenal dengan baik, berlari melewati saya dengan anak ditangannya. Saya tidak tahu kalau—“

“Baiklah pak,” kata orang berbaju merah itu.”Sekarang, kamu pembuat arang, dimanakah anak itu?”

“Disini!” teriak anak itu sendiri, tiba-tiba keluar dari tempat sembunyinya.

“O, yang Mulia!” kata orang berbaju merah. “ semua penjaga telah mencari anda selama dua jam.”

“Saya senang mendengarnya, Cardinal Mazarin.” Kata anak itu.
“Ibu anda sangat cemas.”

“Saya menyesal jika saya memberikannya masalah. Tetapi sungguh, saya terjatuh ke kolam di air mancur, dan orang baik ini membawa saya kesini untuk mengeringkan saya.”

“Tentu saja!” kata cardinal. “Tetapi saya harap anda siap untuk kembali pulang dengan kami.”

“Saya akan pergi saat saya mau.”

“Ibu anda—“

“Oh, ya, saya tahu dia kuatir, dan saya akan pergi. Tetapi saya harus berterima kasih dulu ke orang miskin ini.”

“Lakukanlah, yang Mulia.”

Anak itu kembali ke pembuat arang dan berkata:--“Temanku, saya adalah raja Perancis. Nama saya adalah Louis ke Empat belas. Saya berterima kasih padamu untuk apa yang sudah kamu lakukan. Kamu akan mempunyai uang untuk membeli rumah yang lebih besar dan untuk mengirim anak-anakmu sekolah. Ini tanganku untuk dicium.” Kemudian dia berbalik ke kardinal dan berkata,” Sekarang, saya siap. Mari kita pergi.”

“Tidak berpakaian seperti itu?”kata cardinal. Dia baru memperhatikan bahwa raja menggunakan setelan Minggu Charlot daripada miliknya.

“Kenapa tidak?” jawab raja kecil.

“Pikirkan apa yang akan dikatakan ibu anda jika ibu anda melihat anda dengan pakaian dari anak seorang yang miskin.” Kata cardinal. “Pikirkan apa yang akan dikatakan semua perempuan-perempuan baik.”

“ Biarkan mereka mengatakan apa yang mereka inginkan, saya tidak akan mengganti pakaian saya.”

Saat raja kecil itu pergi keluar, dia kembali ke pintu dan memanggil Charlot.”Datanglah ke istana besok,” katanya dan kamu akan memiliki pakaianmu. Dan kamu bawa pakaian saya denganmu.”

Louis ke Empat belas menjadi raja Perancis saat dia baru berumur lima tahun. Dia dipanggil “Yang Keempat belas” karena sudah ada tiga belas raja lainnya sebelum dia yang lahir dengan nama Louis. Dalam sejarah dia sering disebut Raja Hebat.

0 komentar:

Posting Komentar